Pada abad
XIV Masehi di salah satu daerah di provinsi Riau yakni Rokan terdapat 2
kerajaan besar, yakni Kerajaan Kunto Darussalam yang berpusat di Kota
Lama dan Kerajaan Rokan yang berpusat di Koto Sembahyang Tinggi.
Kerajaan ini berkuasa pada wilayah yang dilalui sebuah sungai yang
mengalir di sepanjang kerajaan tersebut,yaitu Sungai Rokan.
Sungai
Rokan adalah salah satu sungai besar di Riau yang bermuara ke Selat
Melaka. Sungai ini merupakan urat nadi perhubungan rakyat antara daerah
pantai dan pedalaman. Wilayah Sungai Rokan atau dikenal dengan Rokan
Kiri terdapat beberapa kampung,salah satunya adalah Ujungbatu.
Adat
istiadat yang berlaku di Ujungbatu berasal dari Andiko 44 yang
berkedudukan di Muara Takus, Pucuk Andiko 44 bergelar Datuk Ajo
Dibalai.Andiko 44 tidak mengenal Bundo kandung,yang ada adalah Induk
Suku, kebawahnya Tuo Si induk sampai dengan pada Induk Umah Suku.
Andiko
44 ini mempunyai wilayah sangat luas yaitu dikenal dalam wilayah 5
Kabung Aie yang meliputi :
1. Kapur Sembilang terdiri dari 4 Andiko
2. Kampar Kiri terdiri dari 6 Andiko
3. Kampar Kanan terdiri dari 21 Andiko
4. Tapung Kiri terdiri dari 5 Andiko
5. Tapung Kanan terdiri dari 3 Andiko
6. Pintu Raja terdiri dari 1 Andiko
7. Rokan terdiri dari 1 Andiko
8. Tanjung Singingi terdiri dari 2 Andiko
9. Delapan Koto Sitingkai terdiri dari 1 Andiko
Setiap
Andiko dipimpin oleh seorang Datuk yang merupakan Pimpinan Kerapatan
Adat,dan untuk daerah Ujung batu di Pimpin oleh Datuk Bendahara.
Ujungbatu terdapat 5 Suku yakni Melayu Godang, Caniago, Meniliang
Godang, Melayu Tongah dan Meniliang Tongah. Setiap Suku dipimpin oleh 2
Orang Datuk adat yang disebut sebagai Mamak Soko dan Mamak Pisoko. Dalam
kehidupan sehari-hari adat istiadat yang dipakai adalah Adat bersandi
Syara', Syara' bersandikan Kitabullah; artinya kebiasaan adat diuji
dengan kitab,mana yang bertentangan dengan kitab suci umat islam tidak
dipakai lagi.
Di Ujungbatu apabila ada sengketa atau
permasalahan harus di selesaikan secara adat bukan secara hukum dulu,
yang bermasalah akan di panggil oleh Mamak Otak Botih dengan
menghadirkan Tuo Si Induk, apabila tidak selesai maka akan di lanjutkan
ke Mamak Pisoko dan menghadirkan Sumondo Tuo,Dubalang dan Induk Suku,
tetapi jika tidak dapat diselesaikan maka akan dihadapkan pada Mamak
Soko, biasanya kalau sampai pada Mamak Soko perdamaian akan terlaksana.
Sehingga apabila kata seorang Mamak Soko seorang pencuri tidak boleh
dipenjarakan maka dia akan bebas dan polisi tidak dapat berbuat banyak.
tetapi pelaku akan di awasi oleh kerapatan adat. Semenjak perkembangan
zaman Khusus untuk kasus Narkoba,Pembunuhan,Kriminal berat akan
diselesaikan lewat jalur Hukum tetapi tetap memperhatikan petuah Mamak
Soko.
Ujungbatu memiliki potensi bisnis seperti karet, sawit,
Pasir batu, dan walet juga daerah yang sangat strategis sehingga sangat
rawan untuk di caplok oleh daerah lain. Selain itu , masyarakat masih
memiliki karakter memegang adat yang kuat dan mengikuti apa yang
dibilang oleh tokoh adat dan tokoh masyarakat, sehingga apabila tidak
ada pendekatan dengan dan restu dari tokoh adat maka membuka bisnis
tidak akan pernah maju dan berkembang. Sehingga para pengusaha yang
memiliki usaha di Ujungbatu mencari Mamak angkat dan beli suku. Semakin
tinggi posisi Mamak angkatnya maka mereka akan disegani oleh masyarakat
dengan demikian perkembangan usaha mereka jadi lebih meningkat tinggi.
Selain itu oleh masyarakat Ujungbatu terdapat suku yang keberadaan
tidak kasat mata atau tidak nampak oleh manusia biasa yakni Suku Bunian.
Hanya orang – orang tertentu yang bisa berkomunikasi dengan Suku
Bunian, bentuk dan rupanya katanya sama dengan manusia biasa yang
membedakannya hanya Suku Bunian tidak memiliki lekukan (rata) antara
bibir atas dengan hidung. Kehidupan Suku Bunian sama seperti manusia
beraktifitas dan berkembang. Terlepas kita percaya atau tidak yang
penting adalah dimana kaki dipijak disitu langit di junjung,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar